Genap sudah satu dasa warsa aku meninggalkan kampungku tercinta (merantau) demi menuntut ilmu di kota. Kampungku nun jauh disana di kaki gunung merbabu dan merapi, tepatnya di sebuah desa yang kata kepala sekolahku dulu IDT alias impres desa tertinggal. Yah barangkali karena terlalu ndeso dan pelosok.
Aku sebagai putra desa pun termasuk orang yang culun ketika itu. Maklumlah aku tak pernah mengenyam teknologi modern. Peganganku bukan buku, komputer atau laptop melainkan sabit, cangkul dan bendo. Wah mau perang ya??? Kayaknya serem banget tu?? Heheheā¦. Bukan begitu kawan tapi Continue reading